Ujian Nasional atau kita lebih familier dengan menyebutnya Ujian Nasional (UNAS) merupakan agenda rutin pemerintah, dengan berlandaskan pada PERMENDIKNAS NO.74 Tahun 2009, melalui agennya (Dinas Pendidikan) pemerintah melakukan serangkaian kerja berskala nasional, mulai dari pemilihan tim ahli untuk menyusun soal yang entah sesuai dengan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang mereka buat dan tertuang dengan jelas dalam BNSP atau malah membuat soal yang berdasarkan imajinasi individu, ya bergantung pada kapasitas, integritas dan kualitas yang membuatnya. Kerja selanjutnya adalah pencetakan soal, pendistribusian soal, sampai pada pengawasan pelaksanaan UN. Tentu ini tidak membutuhkan dana yang sedikit, APBN terbebani? Tentu saja, tapi tidak masalah, toh itu uang rakyat yang digunakan untuk kepentingan rakyat. Dari pada untuk menaikkan gaji pejabat, beli mobil mewah atau untuk beli baju dinas DPR/DPRD yang angkanya diluar nalar, ya mending dialokasikan untuk pendidikan.
UN merupakan serangkain kerja keras, dan kerja cerdas pemerintah. Bagaimana tidak? Lha wong Mahkamah Konstitusi sudah mengetok palu dan berkata “tidak” untuk UN, atau kalo anak muda sekarang akan bilang “SAY NO TO UNAS”. Tapi kita juga harus famahi niat pemerintah yang menginginkan adanya standarisasi lulusan, biar kita ndak jauh dengan grade negara-negara lain dikawasan Asia Tenggara (jangan Dunia, masih kejauhan). Syaratnya pemerintah harusnya memenuhi dulu persamaan hak warga Negara yang akan ikut UN dengan meratakan fasilitas pendidikan, dan guru professional sebagai fasilitator. Biar tidak ada distorsi dan gap yang terlalu lebar antara anak kota vs anak desa, atau anak jawa vs luar jawa. Nah bagaimana tanggapan anda tentang fenomena ini? Silahkan disikapi berdasarkan point of view anda.
Menyadari hasrat pemerintah yang menggebu dalam melaksanakan UN, kita sebagai pendidik, orang tua, ataupun penyelenggara pendidikan harus menyikapinya dengan arif ataupun terkesan “sendiko dawuh”, apalagi melihat jadwal pelaksanaan yang tinggal menghitung hari kata Krisdayanti. Kita tentu tidak ingin putra, adik kita terlarut dan masuk dalam kontroversi UN, yang bisa kita lakukan adalah memfokuskan mereka untuk siap dengan segala kemampuan (dalam keterbatasan) yang dimilikinya. Biarlah polemik UNAS menjadi konsumsi politisi, pengamat pendidikan dan oposan dari pemerintah untuk mampu menarik partisan dalam pemilu, tapi untuk kita akan berupaya memberikan porsi konsentrasi untuk persiapan UN.
Bagi kita (pendidik, dan orang tua) merupakan kewajiban absolute untuk mengantarkan peserta didik menuju nilai minimal 5,5 untuk tahun ini. Angka yang relative kecil tapi menakutkan, atau bahkan merupakan big match, bagi mereka yang merasa kurang rajin belajar. “Fokus”, merupakan poin utamanya: ibarat matahari yang begitu luar biasanya dalam memancarkan energy panas, namun tidak mampu membakar selembar kertas. Kita memerlukan apa? Jawabannya adalah Lup (kaca pembesar) dengan memfokuskan cahaya matahari pada satu titik maka akan terbakarlah kertas tersebut. Tentu pembaca sudah bisa menebak analogi ini: siswa/putra-putri kita memiliki potensi multi inteligensia (teori Bloom) yang luar biasa, tidak ada dikotomi siswa bodoh dan siswa pandai, fakta sebenarnya adalah siswa yang focus dalam mempersiapkan diri dalam UNAS dan siswa yang kurang focus. Sehingga muncullah kesimpulan dari bacaan diatas agar kita membeli Lup ( hwe.. :-) ) tentu bukan itu maksudnya. Untuk memfokuskan pembelajaran kita bisa melalui diskusi kelompok antar teman, dengan bantuan buku yang berisi soal yang sesuai dengan SKL ataupun menitipkan mereka pada lembaga Bimbingan Belajar yang teruji dalam membimbing siswa siap dalam menghadapi UN.
Smart Solution dari ketegangan menghadapi UN muncul dari pelaut Bugis, mereka memiliki moto “Sampailah kamu ketempat tujuan sebelum kakimu melangkah” artinya mereka saat ini pasti tidak sedang berpikir tentang polemik UN melainkan pada tahapan mempersiapkan kemana putra-putri mereka akan melanjutkan sekolah, kuliah ataupun bekerja. Yup, kita satu langkah tertinggal, dan dalam permainan catur bisa berakibat fatal. Model visualisasi pemikiran ini seperti yang tertuang dalam buku “Law attraction” yakni dengan memposisikan kita pada posisi “present tense”. Akhir kata: “kita satu suara dalam memajukan dunia pendidikan di Indonesia”, jayalah negeriku.
BIMBINGAN BELAJAR | LES untuk wilayah Gondanglegi | Wonokerto | Bantur | Turen | Bululawang | Kepanjen | Dampit
Bimbingan Belajar Bagi siswa SD | SMP | SMA | SMK | SBMPTN | STAN
Informasi Lebih lanjut
Hubungi:
Pin BBM 5BAA5F63
0857 339 666 15
(0341) 879 379
Email: lbb.indigo@gmail.com
Website: http://lbb-indigo.blogspot.co.id
Facebook : https://www.facebook.com/indigo.bimbel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar